Bromo di tengah Lautan Pasir..

Setiap mendengar kata “naik gunung”, cenderung identik dengan gambaran : terobos hutan, bikin kemah, trekking, atau perbekalan makanan. Tetapi akan lain ceritanya, jika kalimatnya ditambah menjadi “naik Gunung Bromo,” karena hanya memerlukan stamina yang cukup fit untuk sampai ke puncaknya.

Biasanya setiap wisatawan yang datang ke Bromo, pasti akan (minimal 1 kali) bangun pagi. Eh, subuh deh maksudnya! Untuk apa? Untuk menyaksikan sunrise di Penanjakan. Walau sudah naik hingga puncak Bromo, tapi belum liat sunrise di Penanjakan, belum ke Bromo namanya. Bisa dikatakan, kebanyakkan foto Bromo yang beredar di pasaran diambil dari Penanjakan Viewpoint ini. Kami pun bangun pagi sekitar jam 2 atau 3 subuh, agar  mendapatkan spot terbaik untuk mengabadikan momen tersebut. Untuk ke Penanjakan, kami harus mengggunakan jip 4WD. Gak perlu bingung kalau mencari tempat penyewaan jip 4WD, selain ada banyak, kalau bertanya pada setiap penduduk pasti pada tau deh.

Ternyata bangun tidur subuh di daerah Bromo berat banget perjuangannya, selain harus menahan rasa kantuk, kami juga harus menahan rasa dingin yang nyaris bikin mengigil. Untuk menahan rasa dingin yang menusuk, saya pun membungkus badan dengan 2 kaos, 2 jaket, sarung tangan dan kupluk. Setiap berbicara, rasanya ada asap yang keluar dari mulut ini. Dinginnya! Namun yang bikin kaget lagi, ternyata banyak yang bangunnya lebih subuh sebelum kami. Begitu sampai di Penanjakan, sudah lumayan banyak wisatawan lainnya yang sudah stand by. Gak terbayang berapa jam mereka menunggu sambil nahan dingin. Brr!!

Walau sudah sampai di Penanjakan, kami pun tidak langsung melakukan kegiatan apa-apa. Kenapa? Karena masih gelap lah, mau moto juga gak bisa kan. Akhirnya, sembari menunggu sang matahari muncul, kami hanya ngobrol sambil menggerakkan badan sedikit, biar badan gak mati beku.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya sang matahari pun muncul ke permukaan. Eits, tapi jangan berpikir matahari akan muncul  di antara gunung ya, karena Bromo itu posisinya bukan di barat Penanjakan, melainkan di selatannya. Walau begitu, setiap berkas cahayanya menyinari keindahan Bromo dan kawannya dengan indah. Hm, siapakah kawan yang dimaksud? Mereka adalah Gunung Batok dan Gunung Semeru. Dari spot Penanjakkan ini, kami dapat melihat barisan ketiga gunung tersebut dari mulai yang terendah yaitu Gunung Batok (2240 m), lalu Gunung Bromo (2392 m) dan di paling belakang berdirilah Gunung Semeru (3676 m).

Setelah berburu sunrise-nya, kami pun melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo itu sendiri. Begitu tiba, kami dihadapkan dengan padang pasir yang membentang luas dengan kuda-kuda yang sedang parkir di dekat Gunung Batok. Itulah kuda-kuda yang disewakan untuk mengantar wisatawan yang merasa tidak kuat atau capai untuk berjalan menuju gunung tersebut. Sebutannya sih “ojek kuda.” Karena masih muda, pastilah kami tidak akan menyewa kuda, jalan kaki sendiri dong.

Tak jauh dari tempat kami, ada sekumpulan orang yang berjalan menuju sebuah candi. Wah, ada apa itu? Kenapa ada candi di tengah padang pasir begini? Merasa penasaran, kami pun mengikuti mereka dan ikutan masuk ke dalam candi tersebut. Oh, tenyata ini adalah Candi Hindu toh. Berarti secara tidak langsung Bromo pasti mempunyai kaitan erat dengan penganut Hindu.

Selesai berkeliling candi tersebut, kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju kaki Gunung Bromo. Ternyata jarak dari jip 4WD kami berhenti hingga kaki gunung, lumayan cukup jauh juga. Selain itu, setiap pasir dan debu yang berterbangan tersapu angin cukup untuk membuat mata kami perih dan batuk-batuk. Sesampainya di kaki gunung, kami masih harus menaiki 253 anak tangga untuk sampai ke puncaknya. Dan ketika sampai di puncaknya, kami hanya melihat kawah dengan lubang yang mengeluarkan asap. Yaiyalah yah. Sejujur, saya lebih suka melihat Bromo dari jarak jauh daripada jarak dekat. Haha.

Perjalanan pun di lanjutkan kembali, dengan jip 4WD kami menuju Laotian Pasir (Lautan Pasir). Apakah Lation Pasir itu? Yah, itu hanya padang pasir seperti yang dari tadi kami lewati. Terus yang bikin spesial apa sih? Kalau kita ingat film terkenal yang dibintangi Christine Hakim pada tahun 2001, Pasir Berbisik. Film tersebut ber-setting di padang pasir ini. Itulah yang membuatnya menjadi terkenal. Bahkan sekarang lautan pasir ini akrab dengan panggilan Pasir Berbisik.

Walau dari tadi kami hanya melihat pasir dan pasir, tapi ternyata Bromo punya “taman” yang cukup terkenal di dunia pariwisata loh yaitu sabana-nya. Segala tumbuhan berwarna kuning kecoklatan di sana, seperti berasa musim gugur deh. Warna coklat-nya inilah ciri khas sabana tersebut.

Nah, untuk yang ingin merasakan berada di puncak gunung, tanpa perlu bersusah payah, pastinya mesti cobain Bromo ya. Ayo, cintai alam negeri ini. [Jun ’08]

 Additional information

– Sewa Jip 4WD : Rp 275.000 – Rp 300.000 
– Cara ke sananya : dari Malang, bisa naik angkutan dengan rute Malang- Tumpang. Bila turun di Pasuruan, cari angkutan ke Tosari.  Apabila dari Probolinggo, cari angkutan (minibus) ke Cemoro Lawang

© kelilingbumi.com. All rights reserved. Do not duplicate without permission.

2 Responses to Bromo di tengah Lautan Pasir..
  1. dwi hastuty says:

    ingin banget kesana….numpang liat ya

  2. isti says:

    ini nih..tempat yang belum dikunjungi….pengen banget….sangat mempesona!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

*