INDONESIA
Jika jalan-jalan ke Semarang, kita akan disuguhi dengan berbagai keindahan arsitektur yang kaya akan nilai sejarah di setiap sudut kotanya. Bangunan-bangunan tersebut kebanyakan memiliki fungsi sebagai tempat untuk beribadah juga. Karena itulah saya menyebutnya sebagai wisata religi. Walau sebagai tempat ibadah, bangunan-bangunan yang saya akan ceritakan ini merupakan objek wisata yang memang dibuka untuk umum. Namun jika ingin berkunjung ke sini sebaiknya tetap menggunakan busana yang sopan untuk menghormati tempat-tempat ibadah tersebut.
Nah pertama, saya mulai dengan mesjid terbesar di Jawa Tengah yaitu Mesjid Agung Jawa Tengah. Bangunan yang dibangun pada tahun 2001 ini, berdiri di atas lahan seluas 10 hektar. Mesjid ini memiliki empat menara yang mengelilinginya. Sedangkan pada bagian tengahnya, terdapat enam payung elektrik yang berukuran raksasa. Payung ini berdiameter 14 meter dan tingginya 20 meter. Fungsi utama payung besar ini adalah untuk menahan sinar dan panas matahari agar area pelataran mesjid menjadi sejuk. Konsep payung ini sebenarnya mencontoh dari Mesjid Nabawi di Arab Saudi. Payung ini hanya dibuka pada saat acara besar saja seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Di pelataran mesjid juga ada sebuah tower bernama Menara Al Husna. Menara ini terdiri dari 19 lantai dan ketinggiannya mencapai 99 meter. Yang menarik dari menara ini adalah pengunjung dapat naik ke lantai 19 untuk melihat keindahan kota Semarang. Ditambah lagi, ada beberapa teropong di sini, yang bisa kita gunakan untuk menikmati pemandangan kota Semarang dari atas.
Berikutnya saya akan mengunjungi Kota Lama (Kota Tua) di Semarang. Memasuki Kota Lama rasanya seperti menjamah sebuah kawasan Eropa yang identik dengan gaya arsitektur lamanya. Di sini, kita dapat melihat banyak bangunan kuno yang merupakan peninggalan kolonial Belanda dulunya. Tidak heran jika kawasan ini juga kerap kali dikenal dengan sebutan The Little Netherland. Salah satu bangunan yang popular dan menjadi icon dari kawasan ini adalah Gereja Blenduk. Nama asli gereja ini sebenarnya adalah Gereja GPIB Immanuel. Namun karena bentuk atapnya yang berupa dome/kubah, sehingga masyarakat lebih sering menyebutnya sebagai Gereja Blenduk, dimana blenduk adalah bahasa Jawa yang artinya dome/kubah. Bangunan ini telah berumur sangat tua karena dibangun sejak tahun 1753. Walau tua, bangunan ini masih digunakan untuk tempat beribadah para jemaatnya hingga sekarang. Yang unik dari gereja ini adalah di salah satu balkon-nya terdapat sebuah orgel tua yang megah dan menawan. Sayangnya, orgel yang merupakan alat tiup dari pipa aluminium ini tidak dapat berfungsi lagi karena telah lama rusak.
Selain Gereja Blenduk, ada satu tempat lagi yang menarik buat saya di Kota Lama. Ini bukan bangunan sih, tapi lebih mirip bendungan. Lokasinya dekat dengan Stasiun Tawang, dimana kita akan menemukan Polder Tawang yang mempesona. Polder Tawang ini bukanlah peninggalan Belanda, melainkan dibangun oleh pemerintah sekitar tahun 1998-2000. Awalnya di depan Stasiun Tawang ini terdapat sebuah lapangan olahraga, namun sekarang telah beralih fungsi sebagai polder. Pembangunan polder ini berfungsi untuk mengurangi debit luapan air rob di kawasan Kota Lama. Polder Tawang ini memiliki sebuah kolam berukuran sekitar satu hektar. Di salah satu sisinya, terdapat pompa air yang berfungsi sebagai jantung polder. Saat pagi atau sore hari, biasanya polder ini selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat sekitar yang ingin bersantai menikmati suasana kota tua Eropa.
Kemudian lanjut lagi ke klenteng tertua di Semarang, namanya Klenteng Sam Poo Kong. Selain sebagai tempat beribadah umat Hindu, klenteng ini juga merupakan bentuk penghormatan kepada Laksamana Ceng Ho. Ceng Ho adalah seorang Tiongkok dari daratan Cina yang beragama muslim. Perjalanannya hingga sampai di Pulau Jawa, dikarenakan saat itu ada seorang awak kapalnya yang sakit. Sehingga kapal Ceng Ho pun berlabuh di bagian utara Jawa Tengah (sekarang adalah Semarang). Mereka membangun sebuah klenteng untuk beribadah. Namun karena longsor pada tahun 1704 menyebabkan klenteng ini hancur. Kemudian 20 tahun setelahnya, para pengikut Ceng Ho yang tinggal di tanah Jawa pun membangun klenteng itu kembali namun di lokasi berbeda. Klenteng baru itulah yang sekarang saya kunjungi. Klenteng yang bergaya arsitektur campuran Jawa dan Cina ini didominasi dengan warna merah di seluruh bangunannya. Di dalam area seluas 1.020 meter ini, terdiri dari 3 klenteng yang fungsinya berbeda-beda. Selain itu, terdapat sebuah patung Laksamana Ceng Ho yang terbuat dari perunggu dan tingginya mencapai 10,7 m.
Jika penasaran dengan Ceng Ho, dulu kita masih bisa melihat replika kapal milik laksamana itu yang terletak persis di sungai depan Klenteng Tay Kak Sie. Kapal ini dibangun pada tahun 2005 dalam rangka perayaan 600 tahun pendaratan Laksamana Ceng Ho di Semarang. Namun pada tahun 2014, kapal ini dibongkar oleh Satpol PP karena kapal ini tidak memiliki izin dan dianggap menganggu aliran sungai. Pembongkaran kapal ini merupakan bagian dari program normalisasi Kali Semarang, dimana peraturan melarang adanya bangunan di atas sungai. Proses pembongkaran ini pun telah disetujui oleh pihak Yayasan Tay Kak Sie yang dulunya membangunan replika kapal Ceng Ho.
Sedangkan klentengnya sendiri dibangun pada tahun 1746. Nama Tay Kak Sie sendiri memiliki arti Kuil Kesadaran. Interiornya didominasi dengan warna merah dan terdapat beberapa patung naga pada bagian atapnya. Di depan klenteng ini juga berdiri patung Laksamana Ceng Ho yang terbuat dari batu.
Oke yang terakhir adalah Pagoda Avalokitesvara di Vihara Buddhagaya Watugong. Ini adalah pagoda tertinggi di Indonesia dengan ketinggian mencapai 45 meter. Pagoda yang juga dikenal dengan nama Pagoda Metakaruna atau Pagoda Cinta Kasih ini, terdiri dari tujuh tingkatan. Di pagoda ini, kita dapat mencoba untuk meramal nasib dengan ritual Tjiam Shi. Caranya adalah menggoyangkan kumpulan bambu-bambu hingga ada satu yang terjatuh. Untuk membaca arti dalam bambu yang terjatuh itu, kita dapat meminta petugas pagoda untuk membacakan isi ramalannya.
Oke sekian, cerita jalan-jalan di Semarang ya. Yang mau ikutan sharing cerita di sini, silahkan ya. Ditunggu cerita-cerita serunya!
Additional information
– Tiket masuk Sam Poo Kong : Rp 5.000,-
– Tiket masuk Menara Al-Husna : Rp 5.000,-
© kelilingbumi.com. All rights reserved. Do not duplicate without permission.
Leave a Reply