INDONESIA
Setelah meninggalkan kota Bandung untuk beberapa saat, tiba-tiba saya kerap kali mendengar kata ‘Tebing Keraton’ terucap dari obrolan teman-teman saya. Akhirnya, saya baru tahu bahwa itu adalah nama spot wisata baru di Bandung. Sebagai orang yang dulunya menjadi warga Bandung, saya merasa sedikit kecewa karena telat banget mengetahui spot ini. Saya pun langsung menghubungi semua teman saya di Bandung, tapi sayangnya hampir dari semua jawaban mengatakan bahwa akses jalan ke sana sangat buruk dan tidak cocok dengan mobil yang saya gunakan (saat itu saya menggunakan sedan). Kata mereka, kalau mau naik ke atas harus pake jeep atau motor trail.
Saya pun bersabar beberapa bulan, sampai akhirnya saya sadar bahwa teman saya yang di Bandung, satu per satu sudah pernah ke Tebing Keraton semua. Dan teman saya yang naik ke Tebing Keraton rata-rata menggunakan mobil besar sih, bukan sedan ataupun city car. Rasanya, saya mau tetap maksain pakai sedan ke sana, tapi takut malah konyol sendiri kan.
Sebulan sesudahnya, saya baca beberapa artikel yang menyebutkan akses jalan ke atas sudah di cor dengan beton. Oke, tanpa basa basi, Sabtu siang saya nyetir dari Jakarta ke Bandung demi si Tebing Keraton ini. Sesampainya di Bandung, saya langsung menculik teman-teman saya untuk sunrise di Tebing Keraton. Susah banget bujukin anak-anak itu. Sampai saya harus benar-benar meyakinkan bahwa selama naik akan pakai mobil saya dan saya sendiri yang nyetir mobil itu. Mobil pribadi teman-teman saya juga kebanyakan ukuran city car dan mereka pasti gak mau kan mengorbankan mobilnya buat naik ke atas lagi. Haha.
Oke, petualangan pun dimulai. Karena ini termasuk lokasi baru, jadinya petunjuk jalan menuju Tebing Keraton pun belum begitu banyak. Buat kalian, saya bantu arahkan ya. Nah, biar lebih mudah sih, patokannya kita mulai dari Terminal Dago menuju ke arah Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda.
– Setelah melewati Terminal Dago, tetap lurus hingga bertemu jalan percabangan, ambil yang ke kanan (agak nanjak) arah Bukit Dago Pakar
– Kemudian ketemu pertigaan, kalian belok ke kiri (arah menuju Tahura Juanda). Patokannya: sebelum pertigaan ini, di sebelah kiri jalan ada Indomaret
– Setelah melewati area parkir Tahura Juanda (di sebelah kiri), tetap lurus sedikit sampai ketemu pertigaan, dari sini barulah ambil ke arah kanan (ada petunjuk Bukit Pakar Utara). Di sini, kalian akan menemukan petunjuk bertuliskan Tebing Keraton 5 KM
– Setelah itu, tetap lurus saja mengikuti jalan. Nah di sepanjang jalan ini belum semuanya di cor beton. Jadi, akan ada bagian dimana kendaraan harus berjalan di tanah yang tidak rata dengan beberapa lubang di kiri kanan jalan
– Selesai sedikit ber-off road, mobil saya tiba-tiba dihentikan seorang Bapak yang mengatakan bahwa semua kendaraan yang mau ke Tebing Keraton harus parkir di sini.
Oalah, sudah sampai nih! Segini aja medan yang selama ini teman-teman saya khawatirkan. Kirain separah apa, ternyata cuma sedikit saja jalanan rusak yang saya lewati. Kalau mobil kalian city car atau sedan bisalah naik ke sini, asal skill driver-nya sudah cukup pro. Semoga jalan akses ke sini segera di cor beton sampai tuntas ya, biar memudahkan pengunjung yang penasaran dengan keindahan Tebing Keraton ini.
Dari tempat parkir, tanpa pikir panjang, saya memilih untuk meneruskan perjalanan menuju spot sunrise dengan menggunakan ojeg lokal. Sebenarnya, bisa saja kalau mau jalan kaki sih. Cuma semua teman saya yang sudah pernah ke sini menyarankan naik ojeg saja. Walau jaraknya gak tergolong jauh hanya kira-kira 2 KM, tapi itu medannya nanjak loh. Belum lagi keadaan yang masih gelap karena masih subuh dan udara yang cukup dingin mengigit. Nah, di sini ongkos ojeg-nya pun ternyata sudah ada standar-nya yaitu Rp 50.000,- (PP). Saran saya sih gak usah ditawar lagi, karena semua ojeg di sana sudah sepakat menetapkan harga segitu. Buang-buang tenaga aja, kalau mau adu debat buat nawar, yang pasti ujung-ujung cuma dapat Rp 30.000,- untuk sekali jalan. Menurut saya jauh lebih untung Rp 50.000,- (return) dibanding Rp 30.000,- (one way). Bahkan kalau kalian malas bawa kendaraan dari awal, kalian bisa naik ojeg dari Terminal Dago hanya dengan membayar Rp 70.000,- (PP), lumayan kan tuh buat irit bensin dan biaya parkir. Haha.
Begitu sampai di atas, kami pun segera membeli tiket masuk. Ternyata untuk biaya masuknya telah dikelola juga loh. Harga tiketnya sudah dibedakan antara turis lokal dan mancanegara. Setelah beli tiket, kami pun lanjut mengikuti jalan setapak yang mengantarkan kami hingga ke ujung tebing. Sepanjang tebing ini, ternyata sekarang telah diberi pagar untuk alasan keselamatan. Saat itu, langit masih sangat gelap karena sinar matahari belum terlihat sedikitpun. Walau begitu, ternyata di atas sini sudah ramai loh. Bahkan banyak yang sudah mulai selfie/wefie, padahal gak keliatan apa-apa loh karena masih gelap. Haha.
Sambil menunggu langit terang, saya iseng mencari spot oke untuk foto-foto. Nah, tepat di ujung tebing itu ada 2 bongkahan batu (di kiri dan kanan tebing) yang sering banget dijadiin spot selfie. Biasanya orang suka ngumpul di batuan sebelah kiri (barat), alasannya adalah karena kabut pagi paling banyak ngumpul di sisi kiri tebing. Jadi kalau mau foto dengan background kabut putih yang lebih mendominasi, siap-siap antri di sisi kiri ya.
Selesai dari sini, saya pun pindah ke bongkahan batu sebelah kanan (timur). Kalau dari sini, background hutan pinus lah yang lebih dominan tapi masih terlihat kabut putih yang menyelimuti pepohonan. Saya sih lebih suka spot di sini ya, apalagi yang antri juga tidak sebanyak di sebelahnya. Haha. Dua spot batu tersebut berada di luar pagar pembatas. Jadi harus agak ilegal nih, kalau mau selfie at the best spot of Tebing Keraton. Saya sih tidak rekomendasi untuk loncat pagar ya, saya cuma sharing pengalaman apa yang saya lakukan saat di sini. Hehe. Kalau mau foto tapi gak melanggar pagar, bisa coba lebih explore ke sisi timur tebing. Di sini juga menjadi spot favorit untuk mengabadikan momen sunrise yang muncul dari balik gunung nan jauh di sana.
Padahal saya sudah sengaja berangkat jam 4.00 subuh demi hunting sunrise. Tapi saya malah banyakan foto di bongkahan batu dibandingkan sunrise-nya. Hehe. Menurut saya, waktu paling tepat berada di Tebing Keraton adalah sekitar jam 7.00 pagi, dimana kabut masih banyak terlihat menyelimuti pepohonan ditemani langit yang sudah mulai berwarna biru cerah. Tapi kekurangannya adalah saat jam segitu pengunjung sudah banyak sekali dan ramai bangat di atas sini. Karena begitu ramainya, sekitar jam 07.30 saya pun lebih memilih untuk segera turun kembali ke mobil. Haha.
Sebagai penutup, ada yang penasaran dengan nama Tebing Keraton kah? Sedikit cerita ternyata nama ini berasal dari bahasa Sunda dengan ejaan aslinya adalah Tebing Karaton, yang memiliki arti kemegahan atau keindahan alam. Nama Tebing Keraton sendiri mulai diperkenalkan ke publik sejak bulan Mei 2014. Sebelumnya daerah ini dikenal dengan nama Cadas Jontor yang artinya tebing yang menonjol ke depan. Oh ya, katanya si Tebing Keraton ini juga punya spot sunset yang oke loh. Next time, mari kita cobain lagi ya.
Additional information
– Tiket masuk turis domestik : Rp 11.000,-
– Tiket masuk turis mancanegara : Rp 76.000,-
– Biaya parkir mobil : Rp 10.000,-
– Biaya parkir motor : Rp 5.000,-
© kelilingbumi.com. All rights reserved. Do not duplicate without permission.
Leave a Reply