Banda Aceh menawarkan suatu wisata yang berbeda dibandingkan daerah lain di Indonesia. Wisata yang mengingatkan kita akan bencana tsunami yang melanda Aceh di akhir tahun 2004 lalu. Tsunami yang menerjang Aceh banyak meninggalkan bukti sejarah akan keganasan tumpahan air yang datang saat itu. Bukti-bukti itu lah yang kini dijadikan objek wisata tsunami oleh pemerintah setempat.
Okay, kepergian kami ke Aceh ini ialah dalam rangka syuting untuk acara Happy Holiday Trans 7. Di sini saya bersama 3 teman saya yang bertugas sebagai host untuk episode Banda Aceh dan Sabang. Wisata tsunami ini merupakan hari terakhir kami syuting di Aceh. Karena padatnya jadwal syuting, ada satu tempat yang tidak dapat kami kunjungi yaitu Museum Tsunami. Ya ampun, padahal arsitek museum itu dosen saya sendiri loh. Haduh!
Syuting pertama dimulai di Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung. Awalnya benda ini merupakan sumber listrik untuk warga Banda Aceh yang sedang ‘parkir’ di Pelabuhan Ulee Lheue. Namun akibat hantaman gelombang tsunami yang sangat kuat, tongkang seberat 2.600 ton ini pun terseret hingga 4 kilometer jauhnya. Tongkang yang tadinya berada di laut kini terdampar di antara rumah-rumah penduduk. Entah berapa banyak rumah yang habis tertimpa benda raksasa ini coba?
Kami pun mencoba masuk ke dalam PLTD ini, namun ternyata ada beberapa area yang tidak dapat dimasuki oleh pengunjung. Lalu kami pun naik hingga mencapai lantai teratasnya. Dari atas, saya melihat betapa jauhnya jarak Pelabuhan Ulee Lheue itu hingga ke tempat saya berdiri sekarang. Sekarang di sekeliling PLTD telah dipenuhi oleh pemukiman penduduk. Atap-atap rumah itu nampak kecil dibandingkan dengan PLTD yang luasnya mencapat 1.900 m2.
Tidak jauh dari PLTD ini, ada bangunan Monumen Tsunami yang berisikan foto-foto pasca tsunami. Foto-foto ini benar-benar tanpa sensor sedikit pun. Banyak tubuh tak bernyawa tergambar jelas dalam foto-foto itu. Foto yang sangat memilukan bagi saya, air mata saya pun menetes ketika melihat foto-foto. Saya tak sanggup berkata sepatah kata pun saat itu.
Setelah itu, kami pun lanjut ke daerah Lampulo. Di sini kami melihat saksi bisu tsunami yang tak kalah mencengangkan. Sebuah kapal nelayan kandas di atap rumah penduduk. Kebayangkan betapa tingginya air saat tsunami itu, hingga kapal yang tadinya berada di laut bisa sampai ke atap rumah penduduk.
Perahu nelayan ini kini juga dikenal dengan sebutan ‘Perahu Nabi Nuh.’ Kenapa? Karena sepanjang perjalanan dari laut hingga terhempas di atap rumah ini, perahu menyelamatkan korban-korban yang ditemuinya. Tercatat ada 59 orang yang berhasil di selamatkan oleh awak perahu ini.
Setelah dari Lampulo, jadwal wisata tsunami kami pun selesai. Hah, padahal saya ingin ke sekali ke museum tsunami itu. Apa daya jadwal tidak memungkinkan karena masih ada beberapa scene lain yang harus dikejar. Baiklah, nanti saya akan kembali ke Banda Aceh dan menulis tentang museum itu untuk kalian. Doakan ya. [Jul ’11]
© kelilingbumi.com. All rights reserved. Do not duplicate without permission.
Aceh benar – benar luar biasa Indahnya. Pantai – pantai dengan pasir putihnya, kota dikelilingi oleh gunung – gunung benar – benar menyenangkan. Ketika kesana sekitar 2009 – 2010 museum tsunami belum jadi,sayang sekali tidak dan bisa mengunjunginya.
Orang – orangnya juga sangat ramah,mie aceh “Maknyus” hehe dengan teh keharuman yang benar – benar sulit dilupakan.
Sayang tidak sempat ke Pulau Sabang karena sedang angin besar waktu itu.
Ngomong – ngomong dulu ada yang sempat bilang di kapal yang menimpa rumah banyak orang ikut tertimpa,sungguh kasihan.
Ulasan yang bagus!!