Sekarang saya akan lanjutkan cerita sebelumnya ya. Nah, ada wisata unik lainnya di Ambon nih, wisata “belut raksasa!” Biasanya kalau diver dengar kata “belut” pasti langsung nebak Moray Eel ya. Yah, kalau dilihat dari besarnya sih memang mirip Moray, tapi ini di air tawar loh.
Kalau kata pak sopir, ada dua tempat di Ambon kalau mau melihat belut-belut raksasa itu. Satu ada di Liang dan satu lagi ada di Waii, beliau sendiri lebih merekomendasikan yang di Liang, karena menurutnya belutnya lebih banyak dan lebih besar, namun akses jalannya agak off road. Karena sedang musim banjir begini, kami cari aman aja deh, yang penting bisa pegang-pegang belut. Upss!
Begitu tiba di Waii, kami langsung melihat sebuah kali yang dialiri air yang warnanya jernih banget. Kali itu membesar di ujungnya dan berbentuk seperti kolam. Kami pun bersiap dengan kamera sambil menunggu si belut muncul, hingga tiba-tiba datang seorang bapak dengan satu plastik berisi telur di tangannya memanggil kami. “Hey, belutnya di sini. Ngapain di situ?” dengan bingung kami pun mengikuti si bapak yang ternyata adalah pawang belutnya.
Beliau pun berjalan menuju bagian tepi kali yang ramai dengan ibu-ibu yang sedang mencuci pakaian. Sambil membawa sebutir telur, beliau pun turun ke air. “Eh, ini seriusan ada belut di antara busa-busa detergen nih?” itulah yang tersirat di kepala saya. Namun begitu beliau menumpahkan sedikit isi telur itu ke air, dalam sekejap 5 – 8 belut gemuk keluar dari lubangnya dan menghampiri tangan si pawang. Saya baru paham kalau ternyata belut-belut ini makannya telur ayam mentah toh.
Walau ragu-ragu, saya pun memberanikan diri untuk menyentuh belut itu. Walau gak tau apa untungnya, tapi kapan lagi coba bisa megang belut raksasa. Yah kan?
Terlihat jelas sekali, belut-belut ini sudah nyaman dengan habitatnya sekarang. Bahkan air cucian yang bercampur dengan detergen pun sama sekali tidak mengusik mereka. Selama bertahun-tahun, belut-belut raksasa ini hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar. Mereka hidup dengan saling menguntungkan, belut tersebut dapat menjadi objek wisata bagi masyarakat sekitar sedangkan si belut sendiri bisa mendapatkan makanan dari sisa-sisa ikan yang dibersihkan masyarakat di pinggir kali.
Di sini memang tidak ada tiket masuk masuknya sih, namun sebaiknya kita memberikan sedikit imbalan untuk jasa pawangnya, sekalian membayar telur-telur yang sudah beliau gunakan.
Oya, masih penasaran dengan cerita kemarin kan? Ini dia yang kami temukan. Yah, tidak heran kenapa kami gak bisa menemukan benteng itu, karena akses masuknya kini tertutup untuk publik. Mungkin ketika kami mencari di sekitar sini, poster tersebut tertutup oleh gerobak-gerobak masyarakat yang sedang berjualan. Namun siang ini nampaknya para penjual belum membuka dagangannya sehingga poster ini bisa terlihat jelas seperti sekarang.
Taukah kalian bahwa Benteng Victoria ini merupakan benteng tertua di Ambon. Benteng ini semula bernama Nossa Senora, dibangun pada tahun 1575 oleh Portugis. Di tahun 1605, benteng ini diambil alih oleh Belanda dan namanya berganti menjadi Benteng Nieuw Victoria.
Menurut berita yang saya baca, dalam kompleks itu akan dibangun sebuah tower yang terdiri atas 40-an lantai, di dalamnya terdapat hotel, apartemen, mall, dan rumah sakit internasional. Banyak pendapat yang mengatakan lokasi pembangunan tower tersebut terlalu dekat dengan benteng. Hal tersebut akan dapat menyebabkan kerusakan pada konstruksi benteng itu sendiri.
Di sisi lain, Victoria Park Tower ini diharapkan dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi kunjungan wisata mancanegara sehingga dapat meningkat ekonomi di Ambon. Yah, memang banyak pro-kontra di sini. Namun saya tidak mau bahas mengenai ini lebih detail lagi, mending kita jalan-jalan lagi yuk.
Ketika pulang, kami melewati deretan kios rujak yang sudah terkenal sebagai salah satu kuliner Ambon, namanya Rujak Natsepa. Rasanya sudah belasan kali saya melihat tayangan mengenai rujak ini di televisi. Dinamai Rujak Natsepa, karena para penjualnya berjualan di sepanjang Pantai Natsepa. Umm, rujaknya benar-benar segar, perpaduan gilingan kacang dan gula merahnya sangat pas di lidah. Duh, membayangkan saja sudah membuat mulut saya memprosuksi air liur berlebihan sekarang. Haha.
Selain-selain wisata yang sudah saya ceritakan sebelumnya, masih banyak wisata lainnya loh, seperti pantai-pantai cantik dan keindahan dunia bawah air yang sudah menggaung internasional. Penasaran? Sabar yaa. [Agt ’12]
© kelilingbumi.com. All rights reserved. Do not duplicate without permission.
Leave a Reply