Sunda Kelapa adalah dua kata yang cukup akrab di telinga saya. Yah, mungkin karena saya sendiri hampir 15 tahun tinggal di Jakarta. Kalau mengintip dari buku sejarah, Sunda Kelapa adalah nama kota Jakarta terdahulunya. Yang akhirnya berganti menjadi Jayakarta, berubah lagi menjadi Batavia, hingga akhirnya menjadi Jakarta.
Bila kita menengok kembali ke beberapa abad yang lalu. Di abad 12, Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang dikenal dunia. Pelabuhan yang cukup diperhitungkan bagi para saudagar-saudagar dari berbagai bangsa. Apalagi kekayaan rempah-rempah, khususnya lada dari negara kita, makin mengundang bangsa lain untuk datang dan singgah di Indonesia. Di sini, Sunda Kelapa merupakan salah satu pintu masuknya.
Sunda Kelapa awalnya merupakan pelabuhan milik kerajaan Padjajaran. Namun semenjak direbut oleh Fatahillah, maka berubalah namanya menjadi Jayakarta, yang artinya “kemenangan yang nyata.” Nama Jayakarta ternyata tidak melekat lama pada kota pelabuhan ini. Karena begitu VOC Belanda berhasil mengalahkan kota dan kraton Jayakarta, maka jatuhlah pelabuhan ini ke tangan penjajah. VOC pun segera mengganti namanya menjadi Batavia. Nama Batavia pun melekat hingga tiga ratus tahun lebih (1619-1942).
Sekarang Sunda Kelapa, menjadi nama sebuah pelabuhan bongkar muat di pesisir utara Jakarta. Uniknya, hampir seluruh kapal di pelabuhan ini merupakan kapal phinisi (Bugis), yang terbuat dari kayu dan berbentuk meruncing, sehingga menambah kekhasan tersendiri pada pelabuhan ini.
Sayangnya, ketika saya datang ke pelabuhan ini, cuaca kurang bersahabat. Hah, apa mau dikata, saya tak mau ambil pusing, maka saya terus berkeliling sambil mengabadikan beberapa sudut dengan kamera kesayangan saya. Di sini, saya banyak melihat aktifitas para pekerja, hal tersebut merupakan suatu gambaran human interest yang menarik bagi saya.
Berada di pelabuhan ini, membuat saya benar-benar tidak merasa sedang berada di kota metropolitan. Atmosfer yang saya rasakan benar-benar mengingatkan saya dengan lagu “nenek moyangku seorang pelaut.”
Hanya saja, label kumuh pada pelabuhan pun ternyata terlihat juga di Sunda Kelapa. Yah, walau tergolong tidak parah. Namun bila melihat air kali yang berwarna hijau cukup menggangu bukan. Walau begitu, saya tidak bosan-bosannya untuk kembali ke pelabuhan ini. Bahkan bila kedatangan kawan dari luar Jakarta yang minta diajak berkeliling Jakarta, Sunda Kelapa dan Kota Tua pun menjadi alternatif pertama. [Feb ’09]
Additional information
– Harga karcis masuk Pelabuhan Sunda Kelapa : Rp 2.000,-
© kelilingbumi.com. All rights reserved. Do not duplicate without permission.
Leave a Reply